Sejarah Asal Usul Kota Solo (Surakarta)  

September 18, 2017 | 

SEJARAH KOTA SOLO – Berbicara tentang Kota Solo, tak lepas dari sejarah Kota Solo itu sendiri pada masa lalu. Solo yang merupakan sebutan akrab untuk Kota Surakarta ini adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia.

Sebelum akhirnya menjadi Kota Solo, rentetan sejarah tidak bisa lepas dari Kesultanan Mataram Islam, yang telah berhasil menancapkan hegemoni kekuasaan di Jawa dengan wilayah kekuasaan yang amat luas, kekuatan militer yang besar, serta kemajuan di berbagai bidang kehidupan.

Tetapi di sini kita bahas langsung ke singkat cerita saja.

Geger Pecinan

Sejarah awal kota ini terbentuk ketika pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam pindah dari Keraton Kartasura ke Desa Sala karena mengalami keruntuhan, yang diketahui disebabkan oleh pemberontakan pasukan gabungan Jawa-Tionghoa yang dipimpin Raden Mas Garendi alias Sunan Kuning.

Pemberontakan ‘Geger Pacinan’ diawali dengan dengan pembantaian 10 ribu orang Tionghoa oleh VOC di Batavia (sekarang Jakarta) bulan Oktober 1740, yang kemudian banyak orang Tionghoa melarikan diri ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Sejumlah orang Tionghoa yang melarikan diri ini akhirnya bersekutu dengan kekuatan Kesultanan Mataram. Mereka bersumpah setia pada Pakubuono II, kemudian bersama-sama berperang melawan penjajah VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).

Perang besar berkobar nyaris di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Beberapa kota berhasil direbut oleh pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. Perang ini adalah perang terbesar sepanjang sejarah penjajahan VOC di Nusantara.

perang geger pecinan infografis dari merdeka com
sumber infografis dari merdeka.com

Pengkhianatan

Semula Susuhunan Pakubuwono II adalah Raja yang melawan VOC alias kompeni. Sri Sunan sampai meminta pejabat dan bupati bersumpah setia serta bersiap mengusir kompeni keluar Tanah Jawa.

Sri Sunan membantu pemberontakan Tionghoa, dengan mengirim Patih Adipati Natokusumo untuk turut serta mengepung VOC di Semarang, tapi kemenangan sulit diraih, bahkan VOC mengklaim sebagai pihak yang menang.

Plot twist nya, Sri Susuhunan Pakubuwono II berbalik arah 180 derajat dari yang semula melawan kompeni menjadi memihak kompeni. Dukungan Mataram ke pemberontak Tionghoa dicabut pada awal 1742. Perubahan sikap itu dilatarbelakangi Pakubuwono II yang khawatir dilengserkan dari takhta Raja Mataram bila terus melawan VOC.

Niat Sunan mengubah arah perjuangan ditentang sejumlah Petinggi Keraton, Panglima Perang dan Bupati di bawah Kesultanan Mataram Islam. Mereka tetap setia berjuang bersama Laskar Tionghoa melawan VOC.

Membelotnya Sunan Pakubuwono II justru membuat peperangan makin besar. Sejak saat itu, perang berkobar melawan VOC dan juga Pakubuwono II.

Aksi Sunan Kuning

Di Grobogan, Raden Mas Garendi menghimpun kekuatan. Tiga brigade Jawa dan tiga brigade Tionghoa dikumpulkan. Mereka membuat rencana yang amat sangat besar: menyerang Keraton Kartasura tempat Pakubuwono II bertakhta. Pemberontakan ini didukung banyak pihak.

Hingga akhirnya Keraton Kartasura berakhir kacau dan luluh lantak digeruduk pasukan Jawa-Tionghoa. Pakubuwono II, para abdi dalem dan keluarganya melarikan diri dari keraton Mereka semua dievakuasi oleh Kapten Van Hohendorff bersama pasukan VOC. Mereka mengungsi ke arah Magetan via Gunung Lawu.

Setelah memenangkan pertempuran kemudian disepakati bahwa RM Garendi yang menjadi raja pengganti Pakubuwono II, dialah yang dirasa paling pantas menduduki Raja Mataram kala itu. Sebab Garendi adalah cucu Raja Mataram Amangkurat III.

Pada tanggal 1 Juli 1942, Raden Mas Garendi naik tahta dengan gelar Sunan Amangkurat V Senopati Ing Alaga Abdurahman Sayidin Panatagama (Panglima Perang, Hamba dari Maha Pengasih Selaku Pemimpin Agama).

Garendi kemudian dijuluki sebagai Sunan Kuning oleh para pengikutnya. Selain karena banyak pengikutnya yang berkulit kuning (Tionghoa), hal itu karena orang Tionghoa menyebutnya sebagai ‘cun ling’ atau ‘bangsawan tertinggi’.

Sejak saat itu, pertempuran demi pertempuran dilakoni oleh koalisi Jawa-Tionghoa di bawah pimpinan Sunan Kuning yang saat itu masih berusia 16 tahun.

Perang Kuning ini mematahkan stigma jika Tionghoa selalu jadi antek-antek penjajah. Saat perang melawan VOC, mereka adalah saudara sehidup semati dengan para tentara dan laskar Jawa.

Pindah dari Keraton Kartasura ke Desa Sala

Kekuasaan Sunan Kuning sebagai Raja Mataram tak berlangsung lama. 26 November 1742, Sunan Kuning harus beranjak dari kursi Raja karena digempur oleh tiga koalisi kekuatan sekaligus: pasukan Pakubuwono II, VOC, dan pasukan Madura di bawah Cakraningrat IV.

Bulan November 1742, Cakraningrat IV berhasil merebut kembali Keraton Surakarta. Setelah berdebat dengan VOC, dia akhirnya tidak berkeberatan menyerahkan kembali Keraton itu ke tangan Pakubuwono II.

Akibat pemberontakan dan peperangan tersebut, menyebabkan seluruh bangunan keraton Kartasura rusak berat.

Berawal dari situlah, Sri Sunan Pakubuwono II menunjuk beberapa orang diantaranya: Tumenggung Honggowoso, Adipati Sindurejo, Adipati Pringgoloyo, Tumenggung Mangkuyudo, Tumenggung Pusponegoro dan yang di sebut narapraja mencari tempat baru untuk pemerintahan.

Para narapraja melakukan pengembaraan ke berbagai tempat akhirnya menemukan 3 desa yaitu Desa Sala, Desa Kadipolo, dan Desa Sana Sewu yang bisa di jadikan tempat pemerintahan baru.

Setelah itu di lakukan perundingan, dan akhirnya Kota Sala lah terpilih menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam yang baru. Letaknya hanya 10 km sebelah timur Kartasura.

Alasan mengapa pilihan jatuh ke Desa Sala karena dilihat dari sisi fisik geografis dan magis religious. Desa Sala letaknya dekat dengan sungai (Bengawan Solo) yang sejak lama memiliki arti penting dalam hubungan sosial, politik dan militer antara Jawa Tengah dengan Jawa Timur.

kraton surakarta saat ini
kraton surakarta saat ini

Dan tepatnya pada 17 Februari 1745 kerajaan di pindahkan ke Desa Sala yang terletak di tepi Sungai yang nantinya disebut Bengawan Solo.

Perpindahan Keraton Kasunanan ke Desa Sala ini merupakan bedol keraton secara menyeluruh atau total. Bersama rakyat melakukan boyongan (memindahkan) keraton ke Desa Sala sebagai tempat pemerintahan yang baru.

Rakyat bergotong royong tanpa memandang golongan mendirikan Keraton Surakarta. Keraton baru tersebut diberi nama Keraton Surakarta Hadiningrat.

Peristiwa inilah yang dijadikan sebagai peringatan Hari Lahir Kota Solo. Dan alasan kenapa desa ini di sebut sebagai Desa Sala karena di daerah ini dahulu banyak di tumbuhi tanaman sala (sejenis pohon pinus) seperti yang tertulis di serat Babad Sengkala.

Perjanjian Giyanti dan Pecahnya Kesultanan Mataram 

Setelah pemindahan pusat pemerintahan ke Sala dan berganti nama menjadi Keraton Surakarta Hadiningrat, lalu terjadi perang saudara.

Terdapat tiga tokoh utama dalam perang saudara ini, yaitu Susuhunan Pakubuwono II, Pangeran Mangkubumi, dan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa, masing-masing meminta takhta untuk menjadi pewaris Mataram. 

Berdasarkan silsilahnya, Pakubuwono II merupakan raja pendiri dari Kasunanan Surakarta dan Pangeran Mangkubumi adalah saudara kandungnya (kakak beradik), yang merupakan sama-sama putra dari Amangkurat IV (1719-1726).

Sedangkan Raden Mas Said merupakan salah sati cucu Amangkurat IV, atau lebih tepatnya adalah keponakan dari Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi.

Puncak dari konflik saudara tersebut adalah Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, yang berlangsung di Desa Jantiharjo, Karanganyar, Jawa Tengah itu dihadiri oleh VOC, Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) dan Pakubuwana III.

Perjanjian ini merupakan bentuk keberhasilan VOC Belanda untuk memecah belah dan menyebabkan pertikaian internal keluarga Kesultanan Mataram Islam. Devide et impera.

Divide et impera merupakan kombinasi strategi belanda dalam hal politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukkan.

Para keluarga bangsawan Kesultanan Mataram Islam yang awalnya bersatu menentang pengaruh VOC Belanda dalam urusan kerajaan bisa dihasut oleh utusan dan agen VOC Belanda agar mereka saling mencurigai satu sama lain serta agar mereka cepat meraih tampuk kekuasaan sendirian.

Salah satu isi perjanjian giyanti adalah Kesultanan Mataram Islam yang dibagi menjadi dua wilayah. Wilayah pertama dikuasai Pakubuwono II dan diberi nama Kasunanan Surakarta. 

Sementara wilayah kedua dipimpin Pangeran Mangkubumi yang berkedudukan di Kesultanan Yogyakarta dan bergelar Sultan Hamengkubuwono I.

Setelah itu, Kasunanan Surakarta memberikan sebagian daerahnya kepada keponakannya yakni Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa). Hal itu ditandai dengan gelar Adipati Mangkunegara I kepada Raden Mas Said yang memiliki keraton bernama Praja Mangkunegaran.

Hinga kini masih ada Istana peninggalan dari Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran di kota Solo

Kota Solo Kini

Adapun mengapa penyebutannya sekarang Kota Solo bukan Kota Sala, karena kesalahan orang-orang Eropa dalam penyebutan nama ini. Lidah mereka susah untuk menyebutkan Kota Sala, jadi mereka menyebutnya Kota Solo.

Nah, karena itulah masyarakat Indonesia mengikuti kebiasaan tersebut dan menyebut Sala menjadi Solo. Meskipun nama resmi kota ini adalah Kota Surakarta.

Tapi lebih banyak orang yang menyebutnya Kota Solo. Dan dalam dunia marketing pun nama Solo lebih ‘menjual’ daripada nama resminya.

Bagi penduduk Kota Solo, persoalan nama ini tidak perlu di permasalahkan. Sebab bagi rakyat Solo nama Surakarta juga di terima sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan karena nama tersebut adalah nama pemberian dari Sri Sunan Pakubuwono II

Jadi demikian baik nama Solo maupun Surakarta akan selalu hadir mencerminkan hubungan saling menghargai antara pemimpin dan rakyat Solo.

Dan bagi anda yang penasaran akan Kota Solo, maka berkunjung lah ke kota wisata yang masih kentara akan kultur dan budayanya ini. Terimakasih sudah membaca rangkuman dari berbagai sumber ini, semoga menambah wawasan anda dan semoga bermanfaat.

Subscribe
Notify of
1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram